Kamis, 14 September 2017

cerpen ...

Kebakaran Hutan

            Di pagi yang cerah aku terbangun dari tidurku. Kurasakan sejuknya udara di pagi hari. Aku bergegas mandi dan bersiap-siap untuk sekolah. Aku dan teman-teman bercanda ria menyusuri hutan nan asri dan sungai nan jernih. Suara gemericik air yang mengalir menambah semangat pagi, diiringi merdunya suara burung-burung kecil yang bertengger di pepohonan saling bersiul dan bersautan. Sepanjang jalan yang kulewati dikelilingi oleh hamparan pepohonan hijau bagai permadani. Aktivitas penduduk sekitar mulai tampak, ada yang membawa cangkul hendak pergi ke sawah dan ada juga orang yang lalu lalang mengayuh sepeda menyusuri jalan itu.
            Sang mentari pagi mulai terbangun dari balik peraduannya. Ditemani oleh cahaya pagi menambah hangatnya suasana. Tak terasa aku dan teman-temanku telah berjalan jauh, walau dengan langkah-langkah kecil dan diiringi dengan canda ria namun akhirnya telah sampai juga di ujung jalan. Jarak hutan ke sekolahku tidak begitu jauh dan tidak begitu dekat. Sepanjang jalan kuhirup udara pagi nan sejuk dan segar, embun pagi yang masih melekat di padang rerumputan nan hijau membuat semangat pagi. Aku dan teman-temanku melangkah hingga tak terasa telah sampai di halaman sekolah. Celotehan anak-anak mulai terdengar. Sesampinya di sekolah bel berdering keras, aku dan teman-temanku yang lain bergegas masuk ke ruang kelas masing-masing untuk menerima pelajaran. Pak Guru masuk ke ruang kelasku, pelajaran pun dimulai. Pak Guru menerangkan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Lingkungan hidup di desa masih asri dan indah membuat kita nyaman. Tidak ada satupun sampah berserakan dan mengotori pemandangan hijau ini. Dedaunan masih basah dimandikan embun pagi, semuanya masih alami. Guru berpesan, kita sebagai generasi penerus bangsa, marilah kita jaga kelestarian lingkungan hidup di desa kita dengan baik dan kita rawat bersama-sama agar semua yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita seperti pepohonan yang tumbuh sumbur, berbagai jenis flora dan fauna jangan sampai punah dan musnah oleh orang-orang kota yang hanya ingin meraup keuntungan dengan cara merusak hutan ini untuk diubahnya menjadi pabrik dan perkebunan tanpa mempedulikan orang-orang disekitar yang telah menghuni desa tersebut.
            Keesokan harinya, aku bersama beberapa temanku hendak pergi ke sekolah. Ditengah perjalanan yang kulewati seperti biasanya, kemudian kudengar suara bising dari mesin gergaji yang letaknya didalam hutan itu. Kami bertiga penasaran dan ingin tahu dari arah mana suara gergaji mesin itu. Akhirnya kami bertiga mendekati arah suara mesin gergaji tersebut. Kami melihat dengan mata kepala kami sendiri, mereka sedang menebangi pohon-pohon dengan gergaji mesin. Lemas rasanya tubuh kami, kami bagaikan tak berdaya mengapa mereka tega berbuat demikian. Mengapa merusak hutan ini. Mereka tidak memiliki kepedulian terhadap hutan ini. Mereka hanya bisa merusak. Mereka tidak tahu fungsi bahwa pohon-pohon itu dapat menyerap air hujan untuk disimpan dimusim kemarau, menyerap polusi dari pabrik. Pohon-pohon dapat tumbuh lebih besar lagi dan hidup lebih lama lagi. Mereka bermanfaat untuk menangkal sinar matahari yang terik di siang hari. Tetapi sepertinya, hutan yang menjadi sahabat kami selama ini akan sirna dan mungkin nasib kita para penduduk desa hutan ini akan ditimpa bencana.
            Ketika hendak pulang sekolah, kami melihat hewan-hewan berlarian ketakutan dan kabut asap tebal mengelilingi seluruh hutan desa. Mereka berlarian dan berusaha memadamkan api dengan menyiram air, sebelum petugas kebakaran tiba di lokasi. Penduduk desa membunyikan kentongan sambil berteriak kebakaran.... kebakaran.... kebakaran.... . Karena si jago merah merambat dengan cepat meskipun dengan bantuan pemadam kebakaran pun api sulit untuk dipadamkan. Penduduk desa mulai panik berlarian untuk mencari selamat namun ada juga yang turut membantu dengan menyiram air yang diambilnya dari rumah penduduk terdekat maupun sungai yang tak jauh dari lokasi.
            Beberapa jam kemudian turun hujan sehingga desa kami terendam air hujan karena hujan turun dengan lebatnya, akhirnya air sungaipun meluap menggenangi rumah penduduk. Berkat turunnya hujan kebakaran hutan akhirnya bisa dipadamkan. Kami mendengar berita bahwa pelaku yang membakar hutan kami telah tertangkap, kamipun senang karena pelaku telah diserahkan kepada pihak yang berwajib.
            Beberapa hari kemudian Kepala Desa datang untuk menghimbau kepada penduduk desa setempat untuk melaksanakan reboisasi dengan cara menanam bibit pohon baru dan juga menganjurkan kerja bakti masal dengan mengerahkan seluruh penduduk desa setempat juga melibatkan petugas TNI, POLRI dan Karang Taruna.
            Setelah beberapa tahun kemudian kini bibit tanaman telah tumbuh menjadi pohon kecil, sungai yang dulunya tercemar kini telah kembali bersih. Aku senang melihat kondisi telah kembali semula walaupun tidak seperti sediakala. 
  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tidak cantik, tidak pintar, tidak berbakat, tidak pandai bersosialisasi, tidak alim pula. Terkadang aku iri pada mereka yang diciptakan deng...